Senin, 26 Maret 2018
Senin, Maret 26, 2018 | Berita Berkomentar
Selama ini, pencarian makhluk hidup di planet asing sering kali dimulai dengan pencarian air.
Dalam jurnal Nature Astronomy, planet ektrasurya yang mengelilingi bintang Trappist-1 ditemukan memiliki air setelah para peneliti mengamatinya dari jarak 39 tahun cahaya.
Berdasarkan ukuran dan kepadatannya, planet-planet ini memiliki ukuran seperti bumi tetapi jauh lebih ringan. Perbedaan massa tersebut hanya bisa disebabkan oleh air yang lebih berat dari gas, tetapi lebih ringan dan tidak sepadat batu.
Sayangnya, air yang ada di planet sekitar Trappist-1 berada pada jumlah yang terlewat banyak untuk menyokong kehidupan.
Bumi sendiri mungkin terlihat seperti planet yang basah karena 71 persen permukaannya ditutupi oleh air dan 60 persen tubuh kita adalah air. Namun, ternyata air hanya 0,02 persen dari seluruh massa bumi, sementara sisanya adalah batu, bahan-bahan organik, dan lain-lain.
Sebaliknya, kandungan air beberapa planet di sekitar Trappist-1 berkisar antara lima sampai 10-15 persen massanya atau 250 kali lipat air di bumi.
Dengan jumlah air sebanyak itu, planet-planet ini akan memiliki penampakan yang jauh berbeda dari bumi atau bulan berair seperti Enceladus dan Europa.
Para peneliti menjelaskan bahwa air di Trappist-1 kemungkinan berupa lapisan tipis di atas, sementara bagian bawahnya padat seperti es karena tekanan lautan yang ada di atasnya. Es ini berfungsi sebagai mantel yang melindungi pusatnya yang lebih padat.
Lalu tanpa adanya tanah kering, kemungkinan cuaca di planet-planet ini untuk menghasilkan bahan-bahan penting, seperti fosforus yang merupakan bahan utama DNA, sangatlah terbatas.
Artinya, kemungkinan makhluk hidup di planet-planet ini, kalau ada, untuk berkembang cukup besar hingga keberadaannya dapat dideteksi dari bumi sangatlah kecil.
“Dalam kasus seperti ini, Anda tidak akan bisa membedakan oksigen yang dihasilkan oleh kehidupan dengan oksigen yang diproduksi oleh proses geologi planet,” kata Cayman Unterborn, seorang ilmuwan geosains dan penulis utama studi, seperti dilansir oleh Popular Science, Kamis (22/3/2018).
Akan tetapi, temuan ini bukan berarti akhir bagi penelitian terhadap planet-planet di sekitar Trappist-1. Fokus dari makalah ini justru bukan tentang pencarian kehidupan, melainkan bagaimana planet-planet ini bisa terbentuk.
Keberadaan mereka yang dekat dengan bintang, tetapi tetap memiliki es sangat menarik untuk dipelajari. Pasalnya di sistem tata surya kita, planet yang dekat dengan bintang biasanya kering, sedangkan yang jauh basah hingga memiliki es.
Ada kemungkinan planet-planet Trappist-1 telah bergeser dari lokasi aslinya, yang kemudian bisa berarti bahwa mereka dibentuk pada masa awal terbentuknya Trappist 1 (sekitar 8 miliar tahun yang lalu) sehingga bergeser cukup jauh atau dibentuk belakangan dan hanya bergeser sedikit.
Kemungkinan baru bisa dipastikan jika ada penelitian lebih lanjut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pilihan
Arsip
-
►
2022
(2)
- April 2022 (1)
- Maret 2022 (1)
-
►
2021
(11)
- Desember 2021 (1)
- Oktober 2021 (1)
- September 2021 (2)
- Agustus 2021 (2)
- Mei 2021 (1)
- Maret 2021 (2)
- Februari 2021 (1)
- Januari 2021 (1)
-
►
2020
(14)
- Desember 2020 (4)
- Oktober 2020 (1)
- September 2020 (3)
- Juni 2020 (3)
- Maret 2020 (1)
- Januari 2020 (2)
-
►
2019
(16)
- Desember 2019 (2)
- November 2019 (2)
- Oktober 2019 (1)
- September 2019 (2)
- Juli 2019 (2)
- Juni 2019 (2)
- Mei 2019 (1)
- April 2019 (1)
- Maret 2019 (1)
- Februari 2019 (1)
- Januari 2019 (1)
-
▼
2018
(20)
- Desember 2018 (1)
- November 2018 (2)
- Oktober 2018 (1)
- September 2018 (1)
- Agustus 2018 (1)
- Juli 2018 (2)
- Juni 2018 (2)
- Mei 2018 (2)
- April 2018 (2)
- Maret 2018 (2)
- Februari 2018 (2)
- Januari 2018 (2)
0 komentar:
Posting Komentar